Latar Belakang dan Silsilah Kyai Haji Bisyri Imam

Drs. KH. Bisyri Imam, M.Ag demikian nama lengkapnya, adalah putra ketiga dari sebelas bersaudara yang dilahirkan di Gedongan Ender Pangenan Cirebon pada tanggal 25 September 1955. Dimata kalangan santri dan warga sekitar kyai Bisyri sering dipanggil dengan sebutan “Abuya Bisyri”. Secara genetik abuya adalah keturunan “darah biru”. Orang tua beliau, KH. Imam Dimiyati, adalah putra pertama dari KH. Dimiyati bin Nyai Fatimah binti Mbah KH. Sa‟id (sesepuh dan pendiri pesantren Gedongan).

Menurut Yu Naili (salah seorang putri abuya) sekitar tahun 1980-an, abuya dianggap sebagai salah seorang murid yang giat belajar dan senang akan ilmu pengetahuan. Ketika itu beliau belajar kepada salah seorang kyai terkemuka di buntet pesantren yaitu kyai Nasir bin kyai Ahmad Zahid bin kyai Abdul Jamil, salah seorang kyai yang ahli fiqih waktu itu. Karena keuletan seorang abuya muda, maka kyai Nasir menjodohkan abuya dengan salah seorang putri dari kyai Umar bin kyai Annas bin kyai Abdul Jamil yaitu Bayi Darrotul Jannah. Kata bayi adalah panggilan anak perempuan dari kyai Buntet pada waktu itu. Akhirnya abuya menikah pada tanggal 23 Agustus 1981 dalam usia 26 tahun. (sumber : hasil wawancara dengan Yu Naili Hanani, pada tanggal 12 juni 2014 pukul 14.30 WIB)

Dari pernikahannya dengan nyai Dorrotul Jannah, beliau dikaruniai 10 anak, diantaranya yaitu:

  1. Muhammad Syauqi
  2. Naili Hanani
  3. Ahmad Romzi
  4. Najhatul Barnamij
  5. Nida Istiqomah
  6. Syarifah Ro‟fah
  7. Ro‟fat Hamzi
  8. Ahmad Sabik
  9. Nuvi Awaliah
  10. Safril Ilman

Abuya adalah orang yang mempunyai rasa cinta terhadap keilmuwan, sehingga beliau bersama istrinya merintis dari awal untuk membentuk suatu pesantren di kampung halamannya gedongan. Beliau juga sosok pemerhati dunia pendidikan selalu berupaya meningkatkan kualitas pondok pesantren, bahkan baliau sering terlibat langsung dalam pembangunan yang ada di pondok pesantrennya tersebut. Pada tahun 1990, beliau bersama istrinya berjuang menciptakan regenerasi yang mampu menguasai ilmu agama dan mampu berbicara bahasa Arab, sehingga tebentuklah suatu pondokan yang diberi nama Al-Sighor. Setelah berdiri kurang lebih selama 23 tahun, pada awal bulan Februari 2013 Al-Sighor akhirnya membuka cabang di Borneo Kalimantan Barat, pondok tersebut diberi nama Mahad Riyadus Solihin El-Dauly yang kini berganti nama menjadi Pondok Pesantren Al Shighor Cabang Melawi

Jika melihat keadaan silsilah orang tuanya, kyai Bisyri Imam masih termasuk keturunan Sunan Gunungjati, garis silsilah ini berasal dari garis bapak beliau (KH. Imam Dimiyati). Hal ini juga menunjukkan bahwa beliau masih mempunyai garis darah biru sebagai kyai dikalangan masyarakat.

Pendidikan Kyai Haji Bisyri Imam

Pendidikan kyai Bisyri Imam dimulai sejak kyai Bisyri Imam masih dalam asuhan keluarganya. Melalui keluarganya, beliau dididik agar suatu saat bisa menjadi penerus ayahnya. Sebagaimana yang dilakoni kyai-kyai salaf lainnya. Kyai Bisyri Imam menimba ilmu dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain, sebagai santri “kelana” yang menjelajah pesantren-pesantren untuk memuaskan keinginannya mempelajari agama Islam. Disamping itu beliau juga menimba ilmu pengetahuan umum di sekolah-sekolah formal. Adapun kronologis perjalanan kyai Bisyri Imam dalam menempuh pendidikannya penulis cantumkan setelah melakukan wawancara dengan ibu Nyai Darrotul Jannah dan mba Naili Hannani adalah sebagai berikut :

  1. Pertama kali kyai Bisyri Imam mengaji kitab-kitab salaf dalam asuhan orang tuanya (KH. Imam Dimiyati) sendiri di rumahnya.
  2. Selain tetap nyantri pada ayahanda, kyai Bisyri Imam juga masuk ke Sekolah Dasar Negeri (SDN II) ender yang dekat di lingkungan pondok pesantren gedongan pada tahun 1963.
  3. Pada tahun 1969, kyai Bisyri Imam melanjutkan jenjang pendidikannya ke SMP di daerah pemalang dibawah asuhan KH. Zuhdi.
  4. Pada tahun 1973, kyai Bisyri Imam memasuki jenjang SMA di lingkungan yang sama (pemalang) dan tetap mengaji kitab-kitab kuning di bawah bimbingan KH. Zuhdi.
  5. Pada tahun 1978-1980, kyai Bisyri Imam melanjutkan studinya di bangku kuliah di Unswagati. Beliau mengambil jurusan matematika. Selain itu, selama beliau kuliah beliau mengajar di MTs NU Buntet.
  6. Setelah kuliah di Unswagati, beliau melanjutkan studinya untuk belajar ke Riyadh Mekkah selama satu tahun 1980-1981. Disana beliau mengambil AtTadris At-Tarbawiyah yang menjurus kepada kependidikan bahasa Arab.
  7. Kemudian setelah itu, beliau kembali ke tanah air untuk melakukan akad nikah dengan ibu Nyai Darrotul Jannah pada tanggal 23 Agustus 1981.
  8. Pada tahun 1982-1984 beliau melanjutkan studinya di Ummul Quro selama 2 tahun, kemudian setelah itu pada tahun 1986 beliau kuliah di IAIN Cirebon untuk mengambil kuliah program doktoral.
  9. Pada tahun 1998-2000, beliau melanjutkan studinya mengambil S2 di Bandung dan mengambil jurusan PAI. Setelah itu, beliau mengabdikan diri sepenuhnya untuk kepentingan pondok pesantren yang selama ini beliau rintis dari awal bersama istri tercintanya.

 

Kepemimpinan Kyai Bisyri Imam

Sebagai orang yang memimpin pesantern sekaligus panutan umat gaya kepemimpinan kyai Bisyri Imam tidak berada dengan gaya kepemimpinan kyai pada umumnya. Posisi kepemimpinan kyai haji Bisyri Imam di pesantren lebih menekankan pada aspek kebahasan dan moralitas serta kedalaman ilmu agama. Hal ini dikarenakan Al-Sighor lebih menekankan kepada Bilingual Language (bahasa Arab dan bahasa Inggris). Keumuman kyai bukan hanya sekedar pimpinan tetapi juga sebagai pemilik pesantren. Selain itu, posisi kyai Bisyri Imam juga sebagai pembimbing para santri dalam segala hal, yang pada gilirannya menghasilkan peranan kyai sebagai peneliti dan juga bisa menjadi second parent bagi para santri di pondok Pesantren.

Kepemimpinan kyai Bisyri Imam di pesantren lebih menekankan kepada proses bimbingan, pengarahan dan kasih sayang. Kepemimpinan yang ditampilkan oleh kyai Bisyri Imam bersifat kolektif atau kepemimpinan Institusional. Lebih lanjut menurut Ustad Sulton (lurah pondok) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan kyai Bisyri Imam di pesantren mempunyai ciri paternalistik, dan free rein leadership, dimana pemimpin demokratis, sebagai seorang bapak yang memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berkreasi, tetapi juga otoriter, yaitu memberikan kata-kata final untuk memutuskan apakah karya anak buah yang bersangkutan dapat diteruskan atau tidak.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kyai Bisyri Imam sebagai pimpinan pesantren dalam membimbing para santri atau masyarakat sekitarnya memakai pendekatan situasional dan emosional. Hal ini nampak dalam interaksi antara kyai dan santrinya dalam mendidik, mengajarkan kitab, dan memberikan nasihat, sehinggan seorang kyai kadang berfungsi pula sebagai orang tua sekaligus guru yang bisa ditemui tanpa batas waktu. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kyai Bisyri Imam penuh tanggung jawab, penuh perhatian, penuh daya tarik dan sangat berpengaruh. Dengan demikian perilaku kyai Bisyri Imam dapat diamati, dicontoh, dan dimaknai oleh para santrinya (secara langsung) dalam interaksi keseharian.

Jika melihat orang jahat, Jangan anggap diri kita lebih mulia, karena mungkin suatu hari nanti dia akan insaf dan bertaubat atas kesalahannya " Imam Al Ghozali"

Amy Adams
Creative Student

Over 12,000
5 Star Ratings

5-stars-white

Rated 5/5 by 12,000 Students

Leave A Comment

Related Posts